PENGARUH OBJEKTIVITAS, INTEGRITAS DAN ETIKA TERHADAP KUALITAS AUDIT UNTUK MENDUKUNG BUKTI STANDAR UMUM AUDIT AGAR KOMPETEN

0 komentar



PENGARUH OBJEKTIVITAS, INTEGRITAS DAN ETIKA TERHADAP KUALITAS AUDIT UNTUK MENDUKUNG BUKTI STANDAR UMUM AUDIT AGAR KOMPETEN

Abstrak
Untuk mempertahankan kepercayaan dari klien , akuntan publik dituntut untuk memiliki kompetensi yang memadai. Adapun kompetensi tersebut adalah profesionalisme, pengetahuan dalam mendeteksi kekeliruan dan pertimbangan tingkat materialitas akuntan publik. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan bukti empiris tentang pengaruh objektivitas, integritas, dan etika auditor memiliki pengaruh yang positif terhadap kualitas audit untuk mendukung bukti audit agar kompeten. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan metode purposive sampling. Metode pengumpulan data primer yang digunakan adalah metode kuesioner . Hasil dari pengujian hipotesis dalam penelitian ini menunjukkan bahwa objektivitas , integritas dan etika memiliki positif dan signifikan pengaruh terhadap kualitas audit.

PENDAHULUAN
   Audit atau pemeriksaan dalam arti luas bermakna evaluasi terhadap suatu organisasi, sistem, proses, atau produk. Audit dilaksanakan oleh pihak yang kompeten, objektif, dan tidak memihak, yang disebut auditor. Tujuannya adalah untuk melakukan verifikasi bahwa subjek dari audit telah diselesaikan atau berjalan sesuai dengan standar, regulasi, dan praktik yang telah disetujui dan diterima. Audit keuangan adalah audit terhadap laporan keuangan suatu entitas (perusahaan atau organisasi) yang akan menghasilkan pendapat (opini) pihak ketiga mengenai relevansi, akurasi, dan kelengkapan laporan-laporan tersebut. Pengalaman seorang auditor sangat berperan penting dalam meningkatkan keahlian sebagai perluasan dari pendidikan formal yang telah diperoleh auditor. Dalam melaksanakan audit untuk sampai pada suatu pernyataan pendapatan, auditor harus senantiasa bertindak sebagai seorang yang ahli dalam bidang akuntan dan bidang auditing. Pencapaian keahlian tersebut dimulai dengan pendidikan formalnya yang diperluas melalui pengalaman-pengalaman selanjutnya dalam praktik audit (SPAP, 2001 dalam Asih 2006).
   Objektivitas merupakan suatu keyakinan, kualitas yang memberikan nilai bagi jasa atau pelayanan auditor (Arens dan Loebbecke, 2003 dalam Ibrani, 2007). Lebih lanjut dijelaskan bahwa prinsip objektivitas menetapkan suatu kewajiban bagi auditor untuk tidak memihak, jujur secara intelektual dan bebas dari konflik kepentingan. Walaupun prinsip ini tidak dapat diukur secara pasti, namun prinsip obyektivitas merupakan suatu keharusan, artinya bahwa setiap anggota profesi wajib melaksanakan dan mengusahakannya.
   Integritas juga merupakan komponen profesionalisme auditor. Integritas adalah kepatuhan tanpa kompromi untuk kode nilai-nilai moral, dan menghindari penipuan, kemanfaatan, kepalsuan, atau kedangkalan apapun. Pentingnya integritas berasal dari ide bahwa profesi adalah "panggilan" dan membutuhkan profesional untuk fokus pada gagasan bahwa mereka melakukan pelayanan publik. Integritas mempertahankan standar prestasi yang tinggi dan melakukan kompetensi yang berarti memiliki kecerdasan, pendidikan, dan pelatihan untuk dapat nilai tambah melalui kinerja (Mutchler, 2003).
   Etika dalam Auditing adalah suatu prinsip untuk melakukan proses pengumpulan dan pengevaluasian bahan bukti tentang informasi yang dapat diukur mengenai suatu entitas ekonomi untuk menentukan dan melaporkan kesesuaian informasi yang dimaksud dengan kriteria – kriteria yang dimaksud yang dilakukan oleh seorang yang kompeten dan independen.
   Kualitas audit yang baik pada prinsipnya dapat dicapai jika auditor menerapkan standar-standar dan prinsip-prinsip audit, bersikap bebas tanpa memihak (Independent), patuh kepada hukum serta mentaati kode etik profesi. Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) adalah pedoman yang mengatur standar umum pemeriksaan akuntan publik, mengatur segala hal yang berhubungan dengan penugasan, independensi dalam sikap mental. Maka dalam hal ini penulis memberika judul dalam penulisannya yaitu "Pengaruh Objektifitas, Integritas dan Etika Terhadap Kualitas Audit Untuk Mendukung Bukti Standar Umum Audit Agar Kompeten."


TINJAUAN PUSTAKA
Pengertian Objektivitas menurut (DeAngelo, 1981 dalam Baotham et al., 2009) :
"Kualitas audit didefinisikan sebagai probabilitas bahwa auditor akan baik dan benar menemukan laporan kesalahan material, keliru, atau kelalaian dalam laporan materi keuangan klien. Audit kualitas telah didefinisikan dalam berbagai cara. Beberapa definisi tentang kualitas audit meliputi :

  1. Probabilitas bahwa auditor akan baik dan benar menemukan laporan kesalahan material, keliru, atau kelalaian dalam laporan keuangan yang material, 
  2. Probabilitas bahwa auditor tidak akan mengeluarkan laporan wajar tanpa pengecualian untuk laporan yang mengandung kesalahan material (Lee et al, 1999 dalam Baotham et al., 2009),
  3. Ketepatan pelaporan informasi auditor (Davidson dan Neu, 1993), dan 
  4.  Mengukur kemampuan audit untuk mengurangi kebisingan dan bias dan meningkatkan ketelitian dalam data akuntansi (Wallace, 1980 dalam Baotham et al., 2009).
Pengertian Independensi menurut :
Christiawan, 2002 dalam Elfarini, 2007 adalah Independen berarti akuntan publik tidak mudah dipengaruhi. Akuntan publik tidak dibenarkan memihak kepentingan siapapun. Akuntan publik berkewajiban untuk jujur tidak hanya kepada manajemen dan pemilik perusahaan, namun juga kepada kreditur dan pihak lain yang meletakkan kepercayaan atas pekerjaan akuntan publik.
Mulyadi, 1998: 52 dalam Purba, 2009 adalah Independensi dapat juga diartikan adanya kejujuran dalam diri auditor dalam mempertimbangkan fakta dan adanya pertimbangan yang objektif tidak memihak dalam diri auditor dalam merumuskan dan menyatakan pendapatnya.

Pengertian Objektivitas menurut :
Wayan, 2005 adalah suatu keyakinan, kualitas yang memberikan nilai bagi jasa atau pelayanan auditor. Objektivitas merupakan salah satu ciri yang membedakan profesi akuntan dengan profesi yang lain. Prinsip objektivitas menetapkan suatu kewajiban bagi auditor (akuntan publik) untuk tidak memihak, jujur secara intelektual, dan bebas dari konflik kepentingan.
Wibowo, 2006 adalah auditor menunjukkan objektivitas profesional pada tingkat yang tertinggi ketika mengumpulkan, mengevaluasi, dan melaporkan informasi kegiatan atau proses yang sedang diuji.



Kompetensi dan Kehati – hatian Profesional

Kehati-hatian profesional mengharuskan anggota untuk memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan kompetensi dan ketekunan. Ini berarti bahwa setiap anggota  mempunyai kewajiban untuk melaksanakan jasa profesional dengan sebaik-baiknya sesuai dengan kemampuannya. Kompetensi diperoleh melalui pendidikan dan pengalaman Dalam semua penugasan dan dalam semua tanggung-jawabnya, setiap anggota harus melakukan upaya untuk mencapai tingkatan kompetensi yang akan meyakinkan bahwa kualitas jasa yang diberikan memenuhi tingkatan profesionalisme tinggi seperti disyaratkan oleh Prinsip Etika. Kompetensi profesional dapat dibagi menjadi 2 (dua) fase yang terpisah yaitu :

a. Pencapaian Kompetensi Profesional, dimana pada awalnya memerlukan standar pendidikan umum yang tinggi, diikuti oleh pendidikan khusus, pelatihan dan ujian profesional dalam subyek-subyek yang relevan, dan pengalaman kerja. Hal ini harus menjadi pola pengembangan yang normal untuk anggota.

b.    Pemeliharaan Kompetensi Profesional

Kompetensi harus dipelihara dan dijaga melalui kornitmen untuk belajar dan melakukan peningkatan profesional secara berkesinambungan selama kehidupan profesional anggota.


Pengertian Integritas menurut :
Sukriah, 2009 Integritas merupakan kualitas yang melandasi kepercayaan publik dan merupakan patokan bagi anggota dalam menguji semua keputusannya. Integritas mengharuskan seorang auditor untuk bersikap jujur dan transparan, berani, bijaksana dan bertanggung jawab dalam melaksanakan audit. Keempat unsur itu diperlukan untuk membangun kepercayaan dan memberikan dasar bagi pengambilan keputusan yang andal.

Pengertian Etika menurut (Alvin A. Arens, Randal J. Elder, Mark S. Beasley jilid 1) Etika secara garis besar dapat didefinisikan sebagai serangkaian prinsip atau nilai-nilai moral. setiap orang memiliki rangkaian nilai tersebut, walaupun kita memperhatikan atau tidak memperhatikannya secara eksplisit. para ahli filsafat, berbagai organisasi keagamaan, serta beragama organisasi lainnyatelah mendefinisikan rangkaian prinsip dan nilai moral ini dalam berbagai cara. 

Pengaruh Etika Auditor Terhadap Kualitas Audit
   menurut Nichols dan Price (1976) menyatakan bahwa pada konflik kekuatan, klien dapat menekan auditor untuk melawan standar profesional dan dalam ukuran yang besar, kondisi keuangan klien yang sehat dapat digunakan sebagai alat untuk menekan auditor dengan cara melakukan pergantian auditor. Hal ini dapat membuat auditor tidak akan dapat bertahan dengan tekanan klien tersebut sehingga menyebabkan independensi mereka melemah. Posisi auditor juga sangat dilematis karena mereka dituntut untuk memenuhi keinginan klien namun di sisi tindakan auditor dapat melanggar standar profesi sebagai acuan kerja mereka. Hipotesis dalam penelitian mereka terdapat argumen bahwa kemampuan auditor untuk dapat bertahan di bawah tekanan klien mereka tergantung dari kesepakatan ekonomi, lingkungan tertentu, dan perilaku termasuk di dalamnya mencakup etika profesional.

   Para auditor menggunakan suatu proses yang tersusun baik dalam memutuskan laporan audit apa yang tepat untuk diterbitkan pada serangkaian kondisi tertentu. pertama-tama, auditor harus memberikan penilaian mengenai apakah terdapat kondisi yang menyebabkan menerbitkan laporan audit diluar laporan audit bentuk baku. jika memang terdapat kondisi yang dimaksud, auditor kemudian harus menilai tingkat materialitas dari kondisi tersebut dan menentukan jenis laporan audit yang tepat.

  • Menentukan Apakah Terdapat Kondisi yang Memerlukan Penyimpangan dari Laporan Audit Bentuk Baku. Para auditor mengidentifikasikan kondisi-kondisi ini saat mereka sedang melaksanakan proses audit serta memasukan berbagai informasi yang ada kedalam kertas kerja mereka sebagai bahan diskusi untuk menentukan laporan audit apa yang tepat untuk diterbitkan. jika tak ada satupun dari kondisi-kondisi tersebut yang hadir, yang umumnya terjadi pada meyoritas penugasan audit, maka auditor akan menerbitkan laporan audit bentuk baku.
  • Memutuskan Tingkat Materialitas Tiap-tiap Kondisi. Ketika terdapat kondisi yang memerlukan penyimpangan dari laporan audit bentuk baku, auditor mengevaluasi petonsi pengaruhnya terhadap laporan keuangan. Dalam kondisi terdapat penyimpangan GAAP atau pembatasan lingkup audit, auditor harus memutuskan apakah hal tersebu tidak material, atau sangat material. Semua, kondisi lainnya, kecuali bila terjadi ketiadaan independensi bagi auditor, hanya membedakan apakah hal tersebut tidak material atau material. Memutuskan tingkat materialitas merupakan hal yang sulit, dan membutuhkan pertimbangan yang matang.

  • Memutuskan Jenis Laporan Audit yang Tepat bagi Kondisi Tertentu, pada Tingkat Materialitas Tertentu. Setelah memutuskan kedua hal yang pertama, maka merupakan hal yang mudah untuk memutuskan jenis pendapat yang akan diberikan dengan bantuan suatu alat pembantu pembuatan keputusan.
  • Menuliskan Laporan Audit. Mayoritas kantor akuntan pubik memiliki file komputer yang telah berisi kalimat yang tepat untuk masing-masing kondisi yang berbeda-beda yang dapat membantu auditor menuliskan laporan auditnya. selain itu, satu atau lebih rekanan dalam mayoritas kantor akuntan pulik memiliki keahlian khusus dalam menuliskan laporan audit.  Para rekan ini umumnya menulis atau meriview seluruh laporan audit sebelum laporan-laporan audit itu diterbitkan.

METODE PENELITIAN
   Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode deskriptif, dimana penelitian bersifat non eksperimen dan berusaha menggambarkan atau menginterpretasikan objek sesuai dengan apa adanya. Penelitian dilakukan pada sebuah kelompok untuk mengetahui fenomena dan fakta yang terjadi didalamnya. Penelitian dilakukan pada sebuah kelompok untuk mengetahui fenomena dan fakta yang terjadi didalamnya dimana tahap pengerjaan akan dimulai dengan menganalisa kasus, menguji hipotesis, mengembangkan generalisasi, dan mengembangkan teori yang memiliki validitas kuat  serta universal terhadap kasus yang diangkat. Data diambil dari jurnal dan skripsi yang memiliki kajian sejenis.


TUJUAN
   Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh objektivitas, integritas, dan etika auditor memiliki pengaruh yang positif terhadap kualitas audit untuk mendukung bukti audit agar kompeten.


PEMBAHASAN 
   Sebagai mana telah dijelaskan dalam bab sebelumnya, teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode purposive sampling. Dengan menggunakan metode purposive sampling ini berarti menentukan sampel dengan kriteria tertentu. Jumlah populasi dari penelitian ini adalah 266 orang. Kuesioner yang disebar berjumlah 82 kuesioner pada sebelas KAP. Banyaknya kuesioner yang disebar sejumlah 82 kuesioner berdasarkan permintaan masing-masing KAP yang menerima kuesioner. Kemudian KAP yang menerima hanya 11 KAP disebabkan oleh banyak KAP yang tidak mau menerima kuesioner karena sedang sibuk dan juga ada beberapa KAP yang tidak menerima kuesioner dengan alasan auditor sedang tidak ada di tempat. Dari jumlah tersebut kuesioner yang kembali berjumlah 75 kuesioner dan yang kembali, semua responden memenuhi kriteria yaitu sudah mengikuti pendidikan dan pelatihan sebagai auditor.

  1. Berdasarkan hasil validitas data Uji signifikansi dilakukan dengan membandingkan nilai r hitung dengan r tabel untuk degree of freedom (df) = n-2, dalam hal ini adalah jumlah sampel. Pada penelitian ini, jumlah sampel (n) = 75 dan besarnya df dapat dihitung 75-2 = 73 dan signifikansi 5 % didapat r tabel = 0,2272 (lihat r tabel pada df = 73 dengan uji dua sisi). Berdasarkan tabel 4.3 di atas nilai r hitung lebih besar dari r tabel dan nilai positif, maka dapat disimpulkan semua indicator variabel independen dan dependen valid.
  2. Berdasarkan hasil uji reabilitas Uji reliabilitas kuesioner dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui konsistensi derajat ketergantungan dan stabilitas dari alat ukur. Kuesioner dikatakan reliabel jika nilai dari Cronbach Alpha diatas 0,60 (sekaran, 2006). Hasil uji reliabilitas yang dilakukan dengan program statistic SPSS didapat bahwa koefisien Cronbach Alpha lebih besar dari 0,60 untuk tiga variabel penelitian yaitu objektivitas 0,680, integritas 0,822 dan etika 0,779. 

KESIMPULAN & SARAN
A. Kesimpulan
     Variabel objektivitas, integritas, dan etika auditor melalui hasil pengujian hipotesis menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan terhadap kualitas audit dan memiliki arah positif. Sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh positif antara variabel objektivitas, integritas, dan etika auditor terhadap kualitas audit.

B. Saran
Untuk mendapatkan kualitas audit yang baik, sebaiknya auditor pada Kantor Akuntan publik dapat memperbanyak pengalaman kerja, memiliki sikap independensi, objektivitas, integritas dan kompetensi yang tinggi, serta memiliki etika yang baik. Dalam mengumpulkan data, sebaiknya dilakukan pada saat auditor sedang tidak sibuk melakukan tugas. Hal ini disebabkan, banyak Kantor Akuntan Publik yang pada bulan-bulan tertentu tidak bisa menerima kuesioner dikarenakan masih banyak tugas yang harus dikerjakan. Selain itu, peneliti selanjutnya dapat menggunakan variabel-variabel independen lainnya.



DAFTAR PUSTAKA
- Alvin A. Arens, Randal J. Elder, Mark S, Beasley.Jilid 1.Edisi 9.Auditing dan pelayanan verivikasi. 

Perkembangan Standar Audit dan Perkembangan Standar Profesi Etika Audit

0 komentar
Perkembangan Standar Profesional Akuntan Publik
Tahun 1972 Ikatan Akuntan Indonesia berhasil menerbitkan Norma Pemeriksaan Akuntan, yang disahkan di dalam Kongres ke III Ikatan Akuntan Indonesia. Pada tanggal 19 April 1986, Norma PemeriksaanAkuntan yang telah diteliti dan disempurnakan oleh Tim Pengesahan, serta disahkanoleh Pengurus Pusat Ikatan Akuntan Indonesia sebagai norma pemeriksaan yangberlaku efektif selambat-lambatnya untuk penugasan pemeriksaan atas laporankeuangan yang diterima setelah tanggal 31 Desember 1986. Tahun 1992, IkatanAkuntan Indonesia menerbitkan Norma Pemeriksaan Akuntan, Edisi revisi yangmemasukkan suplemen No.1 sampai dengan No.12 dan interpretasi No.1 sampaidengan Nomor.2. Indonesia merubah nama Komite Norma Pemeriksaan Akuntanmenjadi Dewan Standar Profesional Akuntan Publik. Selama tahun 1999 Dewanmelakukan perubahan atas Standar Profesional Akuntan Publik per 1 Agustus1994 dan menerbitkannya dalam buku yang diberi judul “Standar ProfesionalAkuntan Publik per 1 Januari 2001. Berikut akan dipaparkan tentang standar auditing yang telah ditetapkan dan disahkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia.
 
Standar Profesional Akuntan Publik
1.      Standar Umum
Audit harus dilaksanakan oleh seorang atau lebih yang memiliki keahlian dan pelatihan teknis yang cukup sebagai auditor. Dalam melaksanakan audit untuk sampai pada suatu pernyataan pendapat, auditor harus senatiasa bertindak sebagai seorang ahli dalam bidang akuntansi dan bidang auditing. Setiap auditor independen yang menjadi penanggungjawab suatu perikatan harus menilai dengan baik kedua persyaratan tentang pendidikan formal auditor independen dan pengalaman profesioanl di dalam menentukan luasnya supervisi dan review terhadap hasil kerja para asistennya.
Dalam semua hal yang berhubungan dengan perikatan, independensi dalam sikap mental harus dipertahankan oleh auditor. Standar ini mengharuskan auditor bersikap independen dimana tidak mudah dipengaruhi oleh karena dalam melaksanakan pekerjaannya untuk kepentingan umum. Dengan begitu tidak ada istilahnya memihak kepada kepentingan pihak-pihak tertentu. Auditor mengakui kewajiban untuk jujur tidak hanya kepada manajemen dan pemilik perusahaan namun juga kepada kreditur dan pihak-pihak lain yang meletakkan kepercayaan atas laporan auditor independen. Kepercayaan masyarakat umum dirasa sangat penting mengingat jika kepercayaan masyarakat menurun maka ada indikasi pemikiran tentang ketidakindependensi auditor tersebut. Untuk diakui oleh pihak lain sebagai orang yang indipenden maka ia harus bebas dari setiap kewajiban terhadap kliennya dan tidak mempunyai suatu kepentingan dengan kliennya. Untuk menekankan independensi auditor dari manajemen maka penunjukan auditor di banyak perusahaan dilaksanakan oleh dewan komisaris, rapat umum pemegang saham atau komite audit.
Dalam melaksanaan aufit dan penyusunan laporannya, auditor wajib mengggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan seksama. Penggunaan kemahiran profesioanl dengan cemat dan seksama menyangkut apa yang dikerjakan auditor dan bagaimana kesempurnaan pekerjaan tersebut. Seorang auditor harus memiliki tingkat ketrampilan yang umumnya dimilik oleh auditor pada umumnya dan harus menggunakan ketrampilan tersebut dengan kecermatan dan keseksamaan wajar. Hal ini menuntut auditor untuk melaksanakan skeptisme profesional dimana sikap yang mencakup pikiran yang selalu mempertanyakan dan melakukan evaluasi secar kritis bukti audit.
2.      Standar Pekerjaan Lapangan
Pekerjaan harus direncanakan sebaik-baiknya dan jika digunakan asisten harus disupervisi dengan semestinya”. Sebelum menerima perikatan auditor harus yakin apakah kondisi dimana perikatan pada saat mendekati atau setelah tanggal neraca dapat memungkinkan auditor untuk melaksanakan audit secara memadai dan memberi pendapat wajar tanpa pengecualian. Jika kondisi tersebut tidak memungkinkan auditor untuk melakukan audit secar memadai dan untuk memberikan pendapat wajar tanpa pengecualian maka ia harus membahas dengan klien tentang kemungkinan dalam memberikan pendapat wajar dengan pengecualian atau tidak memberikan pendapat.
Pemahaman memadai atas pengendalian intern harus diperoleh untuk merencanakan audit dan menentukan sifat, saat dan lingkup pengujian yang akan dilakukan”. Pengendalian interen adalah suatu proses yang dijalankan oleh dewan komisaris, manajemen dan personel lain entitas yang didesain untuk memberikan keyakinan memadai tentang pencapaian tiga golongan tujuan yang terbagi menjadi keandalan pelaporan keuanagn, eektivitas dan efisiensi operasi, dan kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku.
Bukti audit kompeten yang cukup harus diperoleh melalui inspeksi, pengamatan, permintaan keterangan, dan konfirmasi sebagai dasar yang memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan yang diaudit. Bukti audit sangat bervarisasi pengaruhnya terhadap kesimpulan yang ditarik oleh auditor independen dalam rangka memberikan pendapat atas laporan keuangan auditan. Relevansi, objektivitas, ketepatan waktu, dan keberadaan bukti audit lain yang menguatkan kesimpulan, seluruhnya berpengaruh terhadap kompetensi bukti. Audit yang dilakukan oleh auditor independen bertujuan untuk memperoleh bukti audit kompeten yang cukup untuk dipakai sebagai dasar memadai dalam merumuskan pendapatnya. Auditor independen lebih mengandalkan buktu yang bersifat mengarahkan daripada bukti yang bersifat meyakinkan.
3.      Standar Pelaporan
Laporan auditor harus menyatakan apakah laporan keuangan telah disusun sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. Istilah prisnsip akuntansi yang berlaku umum adalah padanan kata dari frasa generally accepted accounting principle dimana suatu istilah teknis akuntansi yang mencakup konvensi, aturan, dan prosedur yang diperlukan untuk membatasi praktik akuntansi yang berlaku umum di wilayah tertentu pada saat tertentu. Untuk laporan keuangan yang didistribusikan kepada umum di Indonesia harus disusun sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.
Laporan auditor harus menunjukkan atau menyatakan jika ada ketidakkonsistenan penerapan prinsip akuntansi dalam penyusunan laporan keuangan perode berjalan dibandingkan dengan penerapan prinsip akuntansi tersebut dalam periode sebelumnya. Tujuan standar konsistensi adalah untuk memeberikan jaminan bahwa jika daya banding laporan keuangan diantara dua periode dipengaruhi secara material oleh perubahan prinsip akuntansi maka auditor akan mengungkapakn perubahan tersebut dalam laporannya. Perubahan dalam prinsip akuntansi yang mempunyai pengaruh material atas laporan keuangan memerlukan penjelasan dalam, laporan auditor independen dengan cara menambahkan paragraf penjelas yang disajikan setelah paragraf pendapat.
Pengungkapan infomatif dalam laporan keuangan harus dipandang memadai, kecuali dinyatakan lain dalam lapran auditor”. Auditor harus memeprtimbangkan apakah masih terdapat hal-hal tertentu yang harus diungkapkan sehubungan dengan keadaan dan fakta yang diketahui pada saat audit. Bila majemen menghilangkan dari laporan keuangan, informasi yang seharusnya diungkapkan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia termasuk catatan atas laporan keuangan, auditor harus memberikan pendapat wajardengan pengecualian atau pendapat tidakl wajar karena alasan tersebut dan harus memberikan informasi yang cukup dalam laporannya.
Laporan auditor harus memuat suatu pernyataan pendapat mengenai laporan keuangan secara keseluruhan atau suatu asersi bahwa pernyataan demikian tidak dapat diberikan. Jika pendapat secara keseluruhan tidak dapat diberikan maka alasannya harus dinyatakan. Dalam hal nama auditor dikaitkan dengan laporan keuangan maka laporan auditor harus memuat petunjuk yang jelas mengenai sifat pekerjaan audit yang dilaksanakan, jika ada dan tingkat tanggungjawab yang dipikul oleh auditor.
 
Perkembangan Standar Etika Profesi Akuntansi

Etika Profesi Akuntansi yaitu suatu ilmu yang membahas perilaku perbuatan baik dan buruk manusia sejauh yang dapat dipahami oleh pikiran manusia terhadap pekerjaan yang membutuhkan pelatihan dan penguasaan terhadap suatu pengetahuan khusus sebagai Akuntan.Etika (Yunani Kuno: “ethikos“, berarti “timbul dari kebiasaan”) adalah sebuah sesuatu dimana dan bagaimana cabang utama filsafat yang mempelajari nilai atau kualitas yang menjadi studi mengenai standar dan penilaian moral. Etika mencakup analisis dan penerapan konsep seperti benar, salah, baik, buruk, dan tanggung jawab.                                                   

Secara metodologis, tidak setiap hal menilai perbuatan dapat dikatakan sebagai etika. Etika memerlukan sikap kritis, metodis, dan sistematis dalam melakukan refleksi. Karena itulah etika merupakan suatu ilmu. Sebagai suatu ilmu, objek dari etika adalah tingkah laku manusia. Akan tetapi berbeda dengan ilmu-ilmu lain yang meneliti juga tingkah laku manusia, etika memiliki sudut pandang normatif. Maksudnya etika melihat dari sudut baik dan buruk terhadap perbuatan manusia.

Prinsip-prinsip Etika Profesi Akuntansi :

1.Tanggung Jawab profesi                                                                        

Dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai profesional, setiap anggota harus senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semua kegiatan yang dilakukannya. Anggota juga harus selalu bertanggungjawab untuk bekerja sama dengan sesama anggota untuk mengembangkan profesi akuntansi, memelihara kepercayaan masyarakat dan menjalankan tanggung jawab profesi dalam mengatur dirinya sendiri. Usaha kolektif semua anggota diperlukan untuk memelihara dan meningkatkan tradisi profesi.

2.Kepentingan Publik       

Dimana publik dari profesi akuntan yang terdiri dari klien, pemberi kredit, pemerintah, pemberi kerja, pegawai, investor, dunia bisnis dan keuangan, dan pihak lainnya bergantung kepada obyektivitas dan integritas akuntan dalam memelihara berjalannya fungsi bisnis secara tertib. Kepentingan utama profesi akuntan adalah untuk membuat pemakai jasa akuntan paham bahwa jasa akuntan dilakukan dengan tingkat prestasi tertinggi sesuai dengan persyaratan etika yang diperlukan untuk mencapai tingkat prestasi tersebut. Dan semua anggota mengikat dirinya untuk menghormati kepercayaan publik. Atas kepercayaan yang diberikan publik kepadanya, anggota harus menunjukkan dedikasi untuk mencapai profesionalisme yang tinggi. Untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, setiap anggota harus memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan integritas setinggi mungkin.                                       

3.Integritas

Integritas mengharuskan seorang anggota untuk, bersikap jujur dan berterus terang tanpa harus mengorbankan rahasia penerima jasa. Pelayanan dan kepercayaan publik tidak boleh dikalahkan oleh keuntungan pribadi. Integritas dapat menerima kesalahan yang tidak disengaja dan perbedaan pendapat yang jujur, tetapi tidak menerima kecurangan atau peniadaan prinsip.

4.Obyektivitas

Obyektivitas adalah suatu kualitas yang memberikan nilai atas jasa yang diberikan anggota. Prinsip obyektivitas mengharuskan anggota bersikap adil, tidak memihak, jujur secara intelektual, tidak berprasangka atau bias, serta bebas dari benturan kepentingan atau dibawah pengaruh pihak lain. Anggota dalam praktek publik memberikan jasa atestasi, perpajakan, serta konsultasi manajemen. Anggota yang lain menyiapkan laporan keuangan sebagai seorang bawahan, melakukan jasa audit internal dan bekerja dalam kapasitas keuangan dan manajemennya di industri, pendidikan, dan pemerintah. Mereka juga mendidik dan melatih orang-orang yang ingin masuk kedalam profesi. Apapun jasa dan kapasitasnya, anggota harus melindungi integritas pekerjaannya dan memelihara obyektivitas.

5.Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional       

Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan berhati-hati, kompetensi dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan ketrampilan. Kompetensi menunjukkan terdapatnya pencapaian dan pemeliharaan suatu tingkat pemahaman dan pengetahuan yang memungkinkan seorang anggota untuk memberikan jasa dengan kemudahan dan kecerdikan. Dalam hal penugasan profesional melebihi kompetensi anggota atau perusahaan, anggota wajib melakukan konsultasi atau menyerahkan klien kepada pihak lain yang lebih kompeten. Setiap anggota bertanggung jawab untuk menentukan kompetensi masing masing atau menilai apakah pendidikan, pedoman dan pertimbangan yang diperlukan memadai untuk bertanggung jawab yang harus dipenuhinya.

6.Kerahasiaan

Setiap Anggota mempunyai kewajiban untuk menghormati kerahasiaan informasi tentang klien atau pemberi kerja yang diperoleh melalui jasa profesional yang diberikannya, anggota bisa saja mengungkapkan kerahasiaan bila ada hak atau kewajiban professional atau hukum yang mengungkapkannya. Kewajiban kerahasiaan berlanjut bahkan setelah hubungan antar anggota dan klien atau pemberi jasa berakhir.

7.Perilaku Profesional                                                                   

Setiap anggota harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi. Kewajiban untuk menjauhi tingkah laku yang dapat mendiskreditkan profesi harus dipenuhi oleh anggota sebagai perwujudan tanggung jawabnya kepada penerima jasa, pihak ketiga, anggota yang lain, staf, pemberi kerja dan masyarakat umum.

8.Standar Teknis   

Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan standar teknis dan standar profesional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati-hati, anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari penerima jasa selama penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan obyektivitas. Standar teknis dan standar professional yang harus ditaati anggota adalah standar yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia. Internasional Federation of Accountants, badan pengatur, dan pengaturan perundang-undangan yang relevan.

Basis Teori Etika :

1.Etika Teleologi

Teleologi berasal dari bahasa Yunani yaitu telos yang memiliki arti   tujuan. Dalam hal mengukur baik buruknya suatu tindakan yaitu berdasarkan tujuan yang akan dicapai atau berdasarkan akibat yang ditimbulkan dari tindakan yang telah dilakukan.

2.Deontolog                                                                                        

Deontologi berasal dari bahasa Yunani yaitu deon yang memiliki arti kewajiban. Jika terdapat pertanyaan “Mengapa perbuatan ini baik dan perbuatan itu harus ditolak karena buruk?”. Maka Deontologi akan menjawab “karena perbuatan pertama menjadi kewajiban kita dank arena perbuatan kedua dilarang”. Pendekatan deontologi sudah diterima oleh agama dan merupakan salah satu teori etika yang penting.

3.Teori Hak                                                                                                     

Dalam pemikiran moral saat ini, teori hak merupakan pendekatan yang paling banyak dipakai untuk mengevaluasi baik buruknya suatu perbuatan atau perilaku. Teori hak ini merupaka suatu aspek dari teori deontologi karena berkaitan dengan kewajiban. Hak didasarkan atas martabat manusia dan martabat semua manusia adalah sama. Oleh karena itu, hak sangat cocok dengan suasana pemikiran demokratis.

4.Teori Keutamaan ( Virtue )

Dalam teori keutamaan memandang sikap atau akhlak seseorang. Keutamaan bisa didefinisikan sebagai disposisi watak yang telah diperoleh seseorang dan memungkinkan seseorang untuk bertingkah laku baik secara moral. Contoh sifat yang dilandaskan oleh teori keutamaan yaitu kebijaksanaan, keadilan, suka bekerja keras dan hidup yang baik.

5.Egoisme                                                                               

Egoisme adalah cara untuk mempertahankan dan meningkatkan pandangan yang menguntungkan bagi dirinya sendiri, dan umumnya memiliki pendapat untuk meningkatkan citra pribadi seseorang dan pentingnya intelektual, fisik, sosial dan lainnya. Egoisme ini tidak memandang kepedulian terhadap orang lain maupun orang banyak pada umunya dan hanya memikirkan diri sendiri

Perbedaan hedonisme dengan egoism :
-Egoisme mementingkan diri sendiri ataupun kelompok meskipun orang atau kelompok lain dirugikan sedangkan hedonisme mementingkan diri sendiri demi kesenangan yang didapat secara individual.
-Hedonisme mengandung sifat egoisme sedangkan egoisme belum tentu mengandung hedonisme. hedoisme timbul dari kodrat manusia yang memang menginginkan suatu kesenangan sedangkan egoism timbul tidak hanya dari psikologis saja tapi bisa dari lingkungan sekitar.


Sumber :
http://muzttofa.blogspot.sg/2013/06/standar-profesional-akuntan-publik-spap.html
http://wahyupembalapsepeda.blogspot.sg/2014/11/perkembangan-standar-etika-profesi.html

Kode Etik Akuntan Publik

0 komentar
Akuntan publik adalah seorang akuntan yang telah memperoleh izin dari menteri keuangan untuk memberikan jasa akuntan publik. Mengenai ketentuan akuntan publik di Indonesia diatur dalam UU RI No. 5 tahun 2011 tentang Akuntan Publik dan Peraturan Menteri Keuangan No 17/PMK.01/2008 tentang Jasa Akuntan Publik. Seorang akuntan publik dapat diakui profesinya, harus lulus dalam ujian profesi seorang akuntan publik yang disebut Ujian Sertifikasi Akuntan Publik (USAP) selain itu memperoleh sebutan bersertifikat Akuntan Publik (BAP) dan sertifikat dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia. Selain itu seorang akuntan publik wajib menjadi anggotaInstitut Akuntan Publik Indonesia  (IAPI), asosiasi profesi yang diakui oleh Pemerintah.
 
II. Kode Etik Profesi
Kode Etik Profesi Akuntan Publik (sebelumnya disebut Aturan EtikaKompartemen Akuntan Publik )KEPAP adalah aturan etika yang harusditerapkan oleh anggota Institut Akuntan Publik Indonesia dan staf profesional (baik anggota IAPI maupun yang bukan anggota IAPI) yang bekerja pada satu Kantor Akuntan Publik (KAP).
 
III. Kode Etik Profesi Akuntan Publik
 
Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia terdiri dari tiga bagian:
(1) Prinsip Etika,
(2) Aturan Etika, dan
(3) Interpretasi Aturan Etika.
 
1.   Prinsip Etika 
 
a)      Tanggung jawab profesi
Dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai profesional, setiap anggota harus senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semua kegiatan yang dilakukannya.
b)      Kepentingan Publik Setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka
c)      Integritas
Untuk memelihara clan meningkatkan kepercayaan publik, Setiap anggota harus memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan integritas setinggi mungkin.
d)      Objektivitas
Setiap anggota harus menjaga obyektivitas dan bebas dari benturan kepentingan dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya.
e)      Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan kehati­hatian, kompetensi clan ketekunan, Berta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan keterampilan profesional pada tingkat yang diperlukan untuk memastikan bahwa klien atau pemberi kerja memperoleh manfaat dari jasa profesional yang kompeten berdasarkan perkembangan praktik, legislasi dan teknik yang paling mutakhir.
f)      Kerahasiaan
Setiap anggota harus menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh selama melakukan jasa profesional dan tidak boleh memakai atau mengungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan, kecuali bila ada hak atau kiewajiban profesional atau hukum untuk mengungkapkannya.
g)      Perilaku Profesional
Setiap Anggota harus berperilaku yang konsisten dalam reputasi profesi yang baik clan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi.
h)      Standar Teknis
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan standar teknis dan standar profesional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati-hati, anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari penerima jasa selama penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas clan obyektivitas.
 
2.   Aturan Etika
 
a)      Independensi, Integritas, Obyektivitas
·         Independensi
Dalam menjalankan tugasnya, anggota KAP harus selalu mempertahankan sikap mental independen didalam memberikan jasa profesional sebagaimana diatur dalam standar profesional akuntan publik yang ditetapkan oleh IAI. Sikap mental independen tersebut harus meliputi independen dalam fakta (in fact) maupun dalam penampilan (in appearance).
·         Integritas dan Objectivitas
Dalam menjalankan tugasnya, anggota KAP harus mempertahankan integritas dan objektivitas, harus bebas dari benturan kepentingan (conflict of interst) dan tidak boleh membiarkan faktor salah saji material (material misstatement) yang diketahuinya atau mengalihkan (mensubordinasikan) pertimbangannya kepada pihak lain.
 
b)   Standar Umum dan Prinsip Akuntansi
·         Standar Umum
          *     Kompetensi profesional. Anggota KAP hanya boleh melakukan pemberian jasa profesional yang secara layak (reasonable) diharapkan dapat diselesaikan dengan kompetensi profesional.
          *      Kecermatan dan keseksamaan profesional. Anggota KAP wajib melakukan pemberian jasa profesional dengan kecermatan dan keseksamaan profesional.
          *      Perencanaan dan supervisi. Anggota KAP wajib merencanakan dan mensupervisi secara memadai setiap pelaksanaan pemberian jasa profesional.
          *     Data relevan yang memadai. Anggota KAP wajib memperoleh data relevan yang memadai untuk menjadi dasar yang layak bagi simpulan atau rekomendasi sehubungan dengan pelaksanaan jasa profesionalnya.
·         Prinsip Akuntansi
Anggota KAP tidak diperkenankan:
          *      Menyatakan pendapat atau memberikan penegasan bahwa laporan keuangan atau data keuangan lain suatu entitas disajikan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum atau
          *      Menyatakan bahwa ia tidak menemukan perlunya modifikasi material yang harus dilakukan terhadap laporan atau data tersebut agar sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku, apabila laporan tersebut memuat penyimpangan yang berdampak material terhadap laporan atau data secara keseluruhan dari prinsip-prinsip akuntansi yang ditetapkan oleh badan pengatur standar yang ditetapkan IAI. Dalam keadaan luar biasa, laporan atau data mungkin memuat penyimpangan seperti tersebut diatas. Dalam kondisi tersbeut, anggota KAP dapat tetap mematuhi ketentuan dalam butir ini selama anggota KAP dapat menunjukkan bahwa laporan atau data akan menyesatkan apabila tidak memuat penyimpangan seperti itu, dengan cara mengungkapkan penyimpangan dan estimasi dampaknya (bila praktis), serta alasan mengapa kepatuhan atas prinsip akuntansi yang berlaku umum akan menghasilkan laporan yang menyesatkan.
 
c)   Tanggung Jawab kepada Klien
Informasi Klien yang Rahasia
Anggota KAP tidak diperkenankan mengungkapkan informasi klien yang rahasia, tanpa persetujuan dari klien. Ketentuan ini tidak dimaksudkan untuk:
1)      Membebaskan anggota KAP dari kewajiban profesionalnya sesuai dengan aturan etika kepatuhan terhadap standar dan prinsip-prinsip akuntansi.
2)      Mempengaruhi kewajiban anggota KAP dengan cara apapun untuk mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku seperti panggilan resmi penyidikan pejabat pengusut atau melarang kepatuhan anggota KAP terhadap ketentuan peraturan yang berlaku.
3)      Melarangrevi ew praktik profesional (review mutu) seorang anggota sesuai dengan kewenangan IAI atau
4)      Menghalangi anggota dari pengajuan pengaduan keluhan atau pemberian komentar atas penyidikan yang dilakukan oleh badan yang dibentuk IAI-KAP dalam rangka penegasan disiplin anggota.
 
d)   Tanggungjawab kepada Rekan Seprofesi
Tanggung jawab kepada Rekan Seprofesi
·         Anggota wajib memelihara citra profesi, dengan tidak melakukan perkataan dan perbuatan yang dapat merusak reputasi rekan seprofesi.
Komunikasi Antarakuntan Publik
·         Anggota wajib berkomunikasi tertulis dengan akuntan publik pendahulu bila akan mengadakan perikatan (engagement) audit menggantikan akuntan publik pendahulu atau untuk tahun buku yang sama ditunjuk akuntan publik lain dengan jenis dan periode serta tujuan yang berlainan.
·         Akuntan publik pendahulu wajib menanggapi secara tertulis permintaan komunikasi dari akuntan pengganti secara memadai.
Perikatan Atestasi
·         Akuntan publik tidak diperkenankan mengadakan perikataan atestasi yang jenis atestasi dan periodenya sama dengan perikatan yang dilakukan oleh akuntan yang lebih dahulu ditunjuk klien, kecuali apabila perikatan tersebut dilaksanakan untuk memnuhi ketentuan perundang-undangan atau peraturan yang dibuat oleh badan yang berwenang.
 
e)   Tanggungjawab dan Praktik Lain
Perbuatan dan Perkataan yang Mendiskreditkan
·         Anggota tidak diperkenankan melakukan tindakan dan/atau mengucapkan perkataan yang mencemarkan profesi.
Iklan, Promosi, dan Kegiatan Pemasaran Lainnya
·         Anggota dalam menjalankan praktik akuntan publik diperkenankan mencari klien melalui pemasangan iklan, melakukan promosi pemasaran dan kegiatan pemasaran lainnya sepanjang tidak merendahkan citra profesi.
 
3.   Interpretasi Etika
Interpretasi Aturan Etika merupakan interpretasi yang dikeluarkan oleh Badan yang dibentuk oleh Himpunan setelah memperhatikan tanggapan dari anggota, dan pihak-pihak berkepentingan lainnya, sebagai panduan dalam penerapan Aturan Etika, tanpa dimaksudkan untuk membatasi lingkup dan penerapannya.
Pernyataan Etika Profesi yang berlaku saat ini dapat dipakai sebagai Interpretasi dan atau Aturan Etika sampai dikeluarkannya aturan dan interpretasi baru untuk menggantikannya. Kepatuhan Kepatuhan terhadap Kode Etik, seperti juga dengan semua standar dalam masyarakat terbuka, tergantung terutama sekali pada pemahaman dan tindakan sukarela anggota. Di samping itu, kepatuhan anggota juga ditentukan oleh adanya pemaksaan oleh sesama anggota dan oleh opini publik, dan pada akhirnya oleh adanya mekanisme pemrosesan pelanggaran Kode Etik oleh organisasi, apabila diperlukan, terhadap anggota yang tidak menaatinya. Jika perlu, anggota juga harus memperhatikan standar etik yang ditetapkan oleh badan pemerintahan yang mengatur bisnis klien atau menggunakan laporannya untuk mengevaluasi kepatuhan klien terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Aturan Etika Profesi Akuntansi

0 komentar
Aturan Etika ini harus diterapkan oleh anggota Ikatan Akuntan Indonesia - Kompartemen Akuntan Publik (IAI-KAP) dan staf profesional (baik yang anggota IAI-KAP maupun yang bukan anggota IAI-KAP) yang bekerja pada satu Kantor Akuntan Publik (KAP).
 
Dalam hal staf profesional yang bekerja pada satu KAP yang bukan anggota IAI-KAP melanggar Aturan Etika ini, maka rekan pimpinan KAP tersebut bertanggung jawab atas tindakan pelanggaran tersebut.
  1. Klien adalah pemberi kerja (orang atau badan), yang mempekerjakan atau menugaskan seseorang atau lebih anggota IAI - KAP atau KAP tempat Anggota bekerja untuk melaksanakan jasa profesional. Istilah pemberi kerja untuk tujuan ini tidak termasuk orang atau badan yang mempekerjakan Anggota. 
  2. Laporan Keuangan adalah suatu penyajian data keuangan termasuk catatan yang menyertainya, bila ada, yang dimaksudkan untuk mengkomunikasikan sumber daya ekonomi (aktiva) dan atau kewajiban suatu entitas pada saat tertentu atau perubahan atas aktiva dan atau kewajiban selama suatu periode tertentu sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum atau basis akuntansi komprehensif selain prinsip akuntansi yang berlaku umum. 
  3. Data keuangan lainnya yang digunakan untuk mendukung rekomendasi kepada klien atau yang terdapat dalam dokumen untuk suatu pelaporan yang diatur dalam standar atestasi dalam penugasan atestasi, dan surat pemberitahuan tahunan pajak (SPT) serta daftar-daftar pendukungnya bukan merupakan laporan keuangan. Pernyataan, surat kuasa atau tanda tangan pembuat SPT tidak merupakan pernyataan pendapat atas laporan keuangan. 
  4. Kantor Akuntan Publik (KAP) adalah suatu bentuk organisasi akuntan publik yang memperoleh izin sesuai dengan peraturan perundangan-undangan yang berusaha di bidang pemberian jasa profesional dalam praktik akuntan publik. 
  5. IAI (Ikatan Akuntan Indonesia) adalah wadah organisasi profesi akuntan Indonesia yang diakui pemerintah. 
  6. Ikatan Akuntan Indonesia – Kompartemen Akuntan Publik (IAI-KAP) adalah wadah organisasi para akuntan Indonesia yang menjalankan profesi sebagai akuntan publik atau bekerja di Kantor Akuntan Publik. 
  7. Anggota adalah semua anggota IAI-KAP. 
  8. Anggota Kantor Akuntan Publik (anggota KAP) adalah anggota IAI-KAP dan staf professional (baik yang anggota IAI-KAP maupun yang bukan anggota IAI-KAP) yang bekerja pada satu KAP. 
  9. Akuntan Publik adalah akuntan yang memiliki izin dari Menteri Keuangan untuk menjalankan praktik akuntan publik. 
  10. Praktik Akuntan Publik adalah pemberian jasa profesional kepada klien yang dilakukan oleh anggota IAI-KAP yang dapat berupa jasa audit, jasa atestasi, jasa akuntansi dan review, perpajakan, perencanaan keuangan perorangan, jasa pendukung litigasi dan jasa lainnya yang diatur dalam standar profesional akuntan publik.

8 Prinsip Etika Profesi Akuntansi

0 komentar
Prinsip etika akuntan atau kode etik akuntan itu sendiri meliputi delapan butir pernyataan (IAI, 1998, dalam Ludigdo, 2007). Kedelapan butir pernyataan tersebut merupakan hal-hal yang seharusnya dimiliki oleh seorang akuntan. Delapan butir tersebut terdeskripsikan sebagai berikut :

1. Tanggung Jawab profesi
Dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai profesional, setiap anggota harus senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semuakegiatan yang dilakukannya. Sebagai profesional, anggota mempunyai peran penting dalam masyarakat. Sejalan dengan peran tersebut, anggota mempunyai tanggung jawab kepada semua pemakai jasa profesional mereka. Anggota juga harus selalu bertanggungjawab untuk bekerja sama dengan sesama anggota untuk mengembangkan profesi akuntansi, memelihara kepercayaan masyarakat dan menjalankan tanggung jawab profesi dalam mengatur dirinya sendiri. Usaha kolektif semua anggota diperlukan untuk memelihara dan meningkatkan tradisi profesi.

2. Kepentingan Publik
Setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan publik, dan menunjukan komitmen atas profesionalisme. Satu ciri utama dari suatu profesi adalah penerimaan tanggung jawab kepada publik. Profesi akuntan memegang peran yang penting di masyarakat, dimana publik dari profesi akuntan yang terdiri dari klien, pemberi kredit, pemerintah, pemberi kerja, pegawai, investor, dunia bisnis dan keuangan, dan pihak lainnya bergantung kepada obyektivitas dan integritas akuntan dalam memelihara berjalannya fungsi bisnis secara tertib. Ketergantungan ini menimbulkan tanggung jawab akuntan terhadap kepentingan publik. Kepentingan publik didefinisikan sebagai kepentingan masyarakat dan institusi yang dilayani anggota secara keseluruhan. Ketergantungan ini menyebabkan sikap dan tingkah laku akuntan dalam menyediakan jasanya mempengaruhi kesejahteraan ekonomi masyarakat dan negara.

Kepentingan utama profesi akuntan adalah untuk membuat pemakai jasa akuntan paham bahwa jasa akuntan dilakukan dengan tingkat prestasi tertinggi sesuai dengan persyaratan etika yang diperlukan untuk mencapai tingkat prestasi tersebut. Dan semua anggota mengikat dirinya untuk menghormati kepercayaan publik. Atas kepercayaan yang diberikan publik kepadanya, anggota harus secara terus menerus menunjukkan dedikasi mereka untuk mencapai profesionalisme yang tinggi.

3. Integritas
Untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, setiap anggota harus memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan integritas setinggi mungkin.

4. Objektivitas
Setiap anggota harus menjaga obyektivitasnya dan bebas dari benturan kepentingan dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya. Obyektivitasnya adalah suatu kualitas yang memberikan nilai atas jasa yang diberikan anggota. Prinsip obyektivitas mengharuskan anggota bersikap adil, tidak memihak, jujur secara intelektual, tidak berprasangka atau bias, serta bebas dari benturan kepentingan atau dibawah pengaruh pihak lain. Anggota bekerja dalam berbagai kapasitas yang berbeda dan harus menunjukkan obyektivitas mereka dalam berbagai situasi. Anggota dalam praktek publik memberikan jasa atestasi, perpajakan, serta konsultasi manajemen. Anggota yang lain menyiapkan laporan keuangan sebagai seorang bawahan, melakukan jasa audit internal dan bekerja dalam kapasitas keuangan dan manajemennya di industri, pendidikan, dan pemerintah. Mereka juga mendidik dan melatih orang orang yang ingin masuk kedalam profesi. Apapun jasa dan kapasitasnya, anggota harus melindungi integritas pekerjaannya dan memelihara obyektivitas.

5. Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan berhati-hati, kompetensi dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan ketrampilan profesional pada tingkat yang diperlukan untuk memastikan bahwa klien atau pemberi kerja memperoleh manfaat dari jasa profesional dan teknik yang paling mutakhir.

Hal ini mengandung arti bahwa anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan jasa profesional dengan sebaik-baiknya sesuai dengan kemampuannya, demi kepentingan pengguna jasa dan konsisten dengan tanggung jawab profesi kepada publik. Kompetensi diperoleh melalui pendidikan dan pengalaman. Anggota seharusnya tidak menggambarkan dirinya memiliki keahlian atau pengalaman yang tidak mereka miliki. Kompetensi menunjukkan terdapatnya pencapaian dan pemeliharaan suatu tingkat pemahaman dan pengetahuan yang memungkinkan seorang anggota untuk memberikan jasa dengan kemudahan dan kecerdikan. Dalam hal penugasan profesional melebihi kompetensi anggota atau perusahaan, anggota wajib melakukan konsultasi atau menyerahkan klien kepada pihak lain yang lebih kompeten. Setiap anggota bertanggung jawab untuk menentukan kompetensi masing masing atau menilai apakah pendidikan, pedoman dan pertimbangan yang diperlukan memadai untuk bertanggung jawab yang harus dipenuhinya.

6. Kerahasiaan
Setiap anggota harus menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh selama melakukan jasa profesional dan tidak boleh memakai atau mengungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan, kecuali bila ada hak atau kewajiban profesional atau hukum untuk mengungkapkannya. Kepentingan umum dan profesi menuntut bahwa standar profesi yang berhubungan dengan kerahasiaan didefinisikan bahwa terdapat panduan mengenai sifat sifat dan luas kewajiban kerahasiaan serta mengenai berbagai keadaan di mana informasi yang diperoleh selama melakukan jasa profesional dapat atau perlu diungkapkan.

Anggota mempunyai kewajiban untuk menghormati kerahasiaan informasi tentang klien atau pemberi kerja yang diperoleh melalui jasa profesional yang diberikannya. Kewajiban kerahasiaan berlanjut bahkan setelah hubungan antar anggota dan klien atau pemberi jasa berakhir.

7. Perilaku Profesional
Setiap anggota harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi. Kewajiban untuk menjauhi tingkah laku yang dapat mendiskreditkan profesi harus dipenuhi oleh anggota sebagai perwujudan tanggung jawabnya kepada penerima jasa, pihak ketiga, anggota yang lain, staf, pemberi kerja dan masyarakat umum.

8. Standar Teknis
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan standar teknis dan standar profesional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati-hati, anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari penerima jasa selama penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan obyektivitas. Standar teknis dan standar professional yang harus ditaati anggota adalah standar yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia. Internasional Federation of Accountants, badan pengatur, dan pengaturan perundang-undangan yang relevan.

Etika Dalam Dunia Bisnis

1 komentar
Dalam menciptakan etika bisnis, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara lain ialah :
1. Pengendalian diri
Artinya, pelaku-pelaku bisnis dan pihak yang terkait mampu mengendalikan diri mereka masing-masing untuk tidak memperoleh apapun dari siapapun dan dalam bentuk apapun. Disamping itu, pelaku bisnis sendiri tidak mendapatkan keuntungan dengan jalan main curang dan menekan pihak lain dan menggunakan keuntungan dengan jalan main curang dan menakan pihak lain dan menggunakan keuntungan tersebut walaupun keuntungan itu merupakan hak bagi pelaku bisnis, tetapi penggunaannya juga harus memperhatikan kondisi masyarakat sekitarnya. Inilah etika bisnis yang “etis”.

2. Pengembangan tanggung jawab sosial (social responsibility)
Pelaku bisnis disini dituntut untuk peduli dengan keadaan masyarakat, bukan hanya dalam bentuk “uang” dengan jalan memberikan sumbangan, melainkan lebih kompleks lagi. Artinya sebagai contoh kesempatan yang dimiliki oleh pelaku bisnis untuk menjual pada tingkat harga yang tinggi sewaktu terjadinya excess demand harus menjadi perhatian dan kepedulian bagi pelaku bisnis dengan tidak memanfaatkan kesempatan ini untuk meraup keuntungan yang berlipat ganda. Jadi, dalam keadaan excess demand pelaku bisnis harus mampu mengembangkan dan memanifestasikan sikap tanggung jawab terhadap masyarakat sekitarnya.

3. Mempertahankan jati diri dan tidak mudah untuk terombangambing oleh pesatnya perkembangan informasi dan teknologi
Bukan berarti etika bisnis anti perkembangan informasi dan teknologi, tetapi informasi dan teknologi itu harus dimanfaatkan untuk meningkatkan kepedulian bagi golongan yang lemah dan tidak kehilangan budaya yang dimiliki akibat adanya tranformasi informasi dan teknologi.

4. Menciptakan persaingan yang sehat
Persaingan dalam dunia bisnis perlu untuk meningkatkan efisiensi dan kualitas, tetapi persaingan tersebut tidak mematikan yang lemah, dan sebaliknya, harus terdapat jalinan yang erat antara pelaku bisnis besar dan golongan menengah kebawah, sehingga dengan perkembangannya perusahaan besar mampu memberikan spread effect terhadap perkembangan sekitarnya. Untuk itu dalam menciptakan persaingan perlu ada kekuatan-kekuatan yang seimbang dalam dunia bisnis tersebut.

5. Menerapkan konsep “pembangunan berkelanjutan”
Dunia bisnis seharusnya tidak memikirkan keuntungan hanya pada saat sekarang, tetapi perlu memikirkan bagaimana dengan keadaan dimasa mendatang. Berdasarkan ini jelas pelaku bisnis dituntut tidak meng-“ekspoitasi” lingkungan dan keadaan saat sekarang semaksimal mungkin tanpa mempertimbangkan lingkungan dan keadaan dimasa datang walaupun saat sekarang merupakan kesempatan untuk memperoleh keuntungan besar.

6. Menghindari sifat 5K (Katabelece, Kongkalikong, Koneksi, Kolusi dan Komisi)
Jika pelaku bisnis sudah mampu menghindari sikap seperti ini, kita yakin tidak akan terjadi lagi apa yang dinamakan dengan korupsi, manipulasi dan segala bentuk permainan curang dalam dunia bisnis ataupun berbagai kasus yang mencemarkan nama bangsa dan negara.

7. Mampu menyatakan yang benar itu benar
Artinya, kalau pelaku bisnis itu memang tidak wajar untuk menerima kredit (sebagai contoh) karena persyaratan tidak bisa dipenuhi, jangan menggunakan “katabelece” dari “koneksi” serta melakukan “kongkalikong” dengan data yang salah. Juga jangan memaksa diri untuk mengadakan “kolusi” serta memberikan “komisi” kepada pihak yang terkait.

8. Menumbuhkan sikap saling percaya antara golongan pengusaha kuat dan golongan pengusaha kebawah
Untuk menciptakan kondisi bisnis yang “kondusif” harus ada saling percaya (trust) antara golongan pengusaha kuat dengan golongan pengusaha lemah agar pengusaha lemah mampu berkembang bersama dengan pengusaha lainnya yang sudah besar dan mapan. Yang selama ini kepercayaan itu hanya ada antara pihak golongan kuat, saat sekarang sudah waktunya memberikan kesempatan kepada pihak menengah untuk berkembang dan berkiprah dalam dunia bisnis.

9. Konsekuen dan konsisten dengan aturan main yang telah disepakati bersama.
Semua konsep etika bisnis yang telah ditentukan tidak akan dapat terlaksana apabila setiap orang tidak mau konsekuen dan konsisten dengan etika tersebut. Mengapa? Seandainya semua ketika bisnis telah disepakati, sementara ada “oknum”, baik pengusaha sendiri maupun pihak yang lain mencoba untuk melakukan “kecurangan” demi kepentingan pribadi, jelas semua konsep etika bisnis itu akan “gugur” satu semi satu.

10. Menumbuhkembangkan kesadaran dan rasa memiliki terhadap apa yang telah disepakati. Jika etika ini telah memiliki oleh semua pihak, jelas semua memberikan suatu ketentraman dan kenyamanan dalam berbisnis.

11. Perlu adanya sebagian etika bisnis yang dituangkan dalam suatu hukum positif yang berupa peraturan perundang-undangan.